Pendidikan Ideal Menurut Paulo Freire

Label:


Penindasan di dunia pendidikan sulit berakhir sebagaimana terlihat dengan munculnya berbagai problem pendidikan yang tidak terselesaikan. Kebijakan Ujian Nasional, komersialisasi pendidikan yang tersistematis, hingga masalah kekerasan dalam pendidikan adalah bentuk ketertindasan. Sepertinya dunia pendidikan kita menutup mata akan adanya konsep pendidikan Paulo Freire. Dia adalah salah satu tokoh pendidikan Brazil  yang diakui dunia karena prestasinya. Melalui karya pemikirannya tetang pendidikan, Freire mampu mengangkat dunia pendidikan Brazil yang sempat terpuruk. Oleh karena itu, sangat relevan jika buku karya Dennis Collins ini menjadi bahan renungan bagi dunia pendidikan di Indonesia.
Pada bab pertama, penulis banyak mengulas tentang hidup Paulo Freire sebagai seorang pendidik yang selalu optimis akan usahanya meski dalam kemiskinan dan pembuangan. Freire lahir di sebuah kota pelabuhan di timur laut Brazil tanggal 19 September 1921. Walaupun lahir dan besar dari kalangan kelas menengah, Freire sempat mengalami langsung kemiskinan pada masa Depresi Besar 1929. Pada waktu itu, Brazil merupakan negara yang bergejolak akibat krisis politik yang terjadi. Akibatnya, kondisi sosial-ekonomi negara ini menjadi terpuruk dalam kemiskinan. Keadaan yang demikian membentuk keprihatinan Freire terhadap kaum miskin dan ikut membangun dunia pendidikan di Brazil. Oleh karena kondisi tersebut, Freire mendedikasikan diri sebagai kepala lembaga Cultural Extention Service. Lembaga itu bertujuan untuk memberikan bantuan pendidikan, terutama program melek huruf bagi masyarakat buta aksara. Saat itu, penduduk Brazil berjumlah sekitar 34,5 juta jiwa, namun hanya 15,5 juta orang saja yang bisa membaca dan menulis.
Dalam metode pengajarannya, ia menggunakan pendekatan kultural dan proses dialogis. Misalnya dalam penerapan metode baca dan tulis, Freire menggunakan media komunikasi yang generatif. Maksudnya, Freire mengajar dengan  menunjukkan realitas kontekstual masyarakat yang menjadi anak didiknya. Selain itu, dalam pengajarannya, ia menemukan bahwa masyarakat buta huruf sangat antusias memahami realitas kehidupan di sekitarnya. Pada tahap ini, Freire percaya bahwa pendidikan yang dialogis dengan rakyat yang tertindas dapat menuntun pada dunia yang lebih manusiawi.
Freire menyebutkan, bahwa sistem pendidikan yang pernah ada dan mapan selama ini dapat diibaratkan sebagai sebuah “bank”. Dalam sistem ini, anak didik adalah objek investasi dan sumber deposito peotensial. Mereka tidak berbeda dengan komoditas ekonomis lainnya yang lazim dikenal. Depositor atau investornya adalah para guru yang mewakili lembaga kemasyarakatan yang berkuasa, sementara depositonya berupa pengetahuan yang diajarkan kepada anak didik. Freire percaya bahwa tugas utama sistem pendidikan itu adalah reproduksi ideologi kelas dominan sebagai alat mempertahankan kekuasaan mereka. Anak didik pun lantas diperlakukan sebagai ”bejana kosong” yang akan diisi sebagai sarana tabungan atau penanaman “modal ilmu pengetahuan” yang akan dipetik hasilnya kelak. Jadi, guru adalah subjek aktif, sedang anak didik adalah objek pasif yang penurut. Pendidikan akhirnya bersifat negatif di mana guru memberi informasi yang harus diingat dan dihafalkan. Akibatnya, para murid diperlakukan sebagai objek teori pengetahuan yang tidak berkesadaran pada realitas di sekelilingnya.
Sistem yang demikian berdampak pada “dehumanisasi pendidikan”. Oleh Freire, dehumanisasi diartikan sebagai pelanggeng hegemoni kaum dari kelompok sosial tertentu untuk menindas kaum dari kelompok sosial lainnya. Menindas juga dapat diartikan menafikkan ide-ide tentang kemanusiaan. Oleh karena itu, Freire begitu bergairah untuk menggagas ide tentang bagaimana membangun sebuah sistem pendidikan yang progresif terhadap permasalahan kehidupan.
Pada uraian selanjutnya, buku ini banyak membahas filsafat Freire tentang pendidikan sebagai praktik pembebasan. Pendidikan yang ideal, seharusnya berorientasi kepada nilai-nilai humanisme. Humanisme pendidikan yang dimaksud Freire adalah mengembalikan kodrat manusia menjadi pelaku atau subyek, bukan penderita atau objek. Freire berharap sistem pendidikan ini menjadi kekuatan penyadar dan pembebas umat manusia dari kondisi ketertindasan.
Selain itu, Freire menginginkan proses belajar sebagai bentuk investigasi kenyataan. Maksudnya, proses pendidikan itu melibatkan indentifikasi permasalahan yang terjadi di masyarakat. Konteks pendidikan negara agraris misalnya, kurikulum pendidikannya juga harus melibatkan realitas permasalahan pertanian di dalamnya. Selain itu, Freire juga mencontohkan sistem pengajaran idealnya antara guru dan murid. Proses ini merupakan investigasi bersama-sama yang terus dilakukan oleh para murid. Para murid diharuskan memahami bahwa kegiatan mengetahui adalah suatu proses yang tidak pernah berakhir. Sedangkan bagi para guru, mereka harus memposisikan diri juga sebagai murid yang tidak pernah berhenti untuk belajar. Dalam tahap ini, Freire percaya bahwa pendidikan yang dialogis dengan rakyat yang tertindas dapat menuntun pada dunia yang lebih manusiawi.
Di akhir tulisan buku ini, melalui karya pemikirannya tentang pendidikan, Freire telah mengingatkan dengan tegas bahwa setiap orang harus berjuang untuk menjadi manusiawi. Maksudnya, mampu membebaskan diri dari kesadaran penindasan yang dikonstruksikan oleh kalangan atas. Pembebasan tersebut dapat tercapai melalui investigasi menyeluruh tentang budaya yang membentuk karakter masyarakat yang apatis terhadap ketertindasan dirinya. Freire berharap konsep pendidikan yang ia tawarkan mampu menjadi roda mobiltas kaum miskin.
Terlepas dari uraian di atas, kualitas penulisan buku terjemahan ini perlu mendapat sorotan bagi pembacanya. Hal itu dikarenakan pada tulisan buku ini sering dijumpai lompatan logika ide tulisan antara paragraf satu dengan yang lainnya. Akibatnya, pembaca awam sulit mencerna ide yang ingin disampaikan. Namun terlepas dari itu, buku terjemahan karya Denis Collins ini sangat menarik untuk dibaca, terutama bagi para praktisi pendidikan. Alasannya, buku ini menyajikan cerita kehidupan, karya, dan pemikiran tokoh pendidikan dunia seperti, Paulo Freire yang disampaikan dalam bentuk rangkuman. Dengan begitu, pembaca lebih cepat memahami teori pendidikan Paulo Freire secara praktis.
Sumber :

POLA KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI MYANMAR



POLA KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI MYANMAR
Myanmar adalah persatuan daerah administratif tujuh serikat dan tujuh divisi. Penduduk Myanmar pada tahun 2003 diperkirakan mencapai 52 juta. Diperkirakan 64,1 persen dari populasi terlibat dalam sektor pertanian. Myanmar adalah negara yang kaya akan sumber daya alam. Sejak tahun 1988 pemerintah menerapkan kebijakan ekonomi liberal berdasarkan orientasi pasar menggantikan system ekonomi pusat. Dengan munculnya usaha ekonomi kebutuhan akan tenaga kerja yang terlatih dan terdidik sangat diperlukan.  
Pendidikan di Myanmar saat ini memang tidak lebih baik dari pendidikan di Indonesia. Namun tidak ada salahnya jika Indonesia sekedar bercermin dari Myanmar serta konflik-konflik internal yang terjadi di negara tersebut yang berpengaruh besar terhadap pendidikan Myanmar. Beruntung Indonesia tidak memiliki konflik internal seperti halnya di Myanmar, meskipun dengan adanya konflik Bank Century telah banyak menguras energi dan memecah konsentrasi bangsa ini.
Keyakinan bahwa pendidikan atau lebih tepatnya sekolah formal adalah persiapan untuk hidup, diperkenalkan ke Myanmar dengan kedatangan Inggris. Saat ini pendidikan monastic telah menjadi andalan pendidikan di Myanmar selama berabad-abad mendampingi pendidikan formal. Biara dan biarawan masih berpengaruh dalam kehidupan rakyat, dan penting dalam pengambil keputusan mengingat mayoritas penduduk Myanmar masih tinggal di pedesaan. Vihara masih berfungsi sebagai pusat belajar dan ini masih berlaku di negara Buddhist lainnya di kawasan Asia Tenggara. Para siswa di biara adalah anak-anak yang tidak bisa menghadiri sekolah dasar karena berbagai alasan.





Pendidikan selalu menjadi prioritas utama pemerintah Myanmar. Sejak zaman kuno, biara-biara menjadi pusat pendidikan. Karena tradisi biara yang kuat, tingkat melek huruf di Myanmar menjadi tinggi. Selama Inggris menjajah, tingkat melek huruf turun drastis karena pihak kolonial kurang memberi perhatian pada pendidikan. Namun setelah merdeka tahun 1948, upaya memulihkan pendidikan terus dilakukan hingga tingkat melek huruf mencapai 91,8 persen pada tahun 2002.
Struktur pendidikan yang diterapkan di Myanmar adalah pendidikan dasar lima tahun, pendidikan menengah empat tahun, dan dua tahun di tingkat yang lebih tinggi. Ada tujuh departemen yang berada di bawah departemen pendidikan, yaitu:
1.      Departemen Pendidikan Dasar, yang bertanggung jawab terhadap pendidikan umum di sekolah dasar, menengah, dan tinggi.
2.      Departemen Pendidikan Tinggi, yang bertanggung jawab terhadap universitas dan perguruan tinggi.
3.      Departemen Pendidikan Teknik, Pertanian, dan Kejuruan, yang bertanggung jawab terhadap pelaatihan teknis di sekolah dan lembaga pendidikan tinggi, pelatihan pertanian di sekolah, dan lembaga pertanian.
4.      Dewan Evaluasi Myanmar yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ujian dalam pendidikan.
5.      Biro Penelitian Pendidikan Myanmar, yang bertanggung jawab mengenai penelitian pengajaran.
6.      Departemen Komisi Bahasa Myanmar
7.      Organisasi Penelitian Pusat
Departemen Pendidikan menyediakan perumusan kebijakan dan koordinasi melalui berbagai dewan yang dibentuk di bawah Departemen. Selain itu, dana juga merupakan tanggung jawab utama Departemen Pendidikan walaupun sumbangan yang biasanya diberikan oleh masyarakat masih tergolong kecil.
Deklarasi dunia tentang pendidikan untuk semua diadopsi di Jontien tahun 1990 mendesak semua pemerintah untuk menetapkan target mereka sendiri untuk memenuhi kebutuhan belajar dasar ana-anak, pemuda, dan orang dewasa. Hal-hal pokok yang harus diterapkan adalah:
1.      Perluasan perawatan anak usia dinidan kegiatan-kegiatan pembangunan,termasuk keluarga dan intervensi masyarakat khususnya masyarakat miskin, kurang beruntung, dan anak-anak cacat.
2.      Akses universal dan penyelesaian pendidikan dasar
3.      Peningkatan prestasi belajar sehingga presentase yang disepakati dar kelompok usia mencapai atau melampaui tingkat yang ditetapkan.
4.      Pengurangan tingkat buta aksara.
5.      Perluasan penyediaan pendidikan dasar dan pelatihan
6.      Peningkatan pengetahuan oleh individu
            Departemen pendidikan yang secara fungsional sebagai sponsor pendidikan dan pelatihan memusatkan perhatian pada pendidikan dengan program-program pendidikan sebagai berikut:
1.      Pengembangan sistem pendidikan yang sesuai dengan ekonomi, politik, dan situasi sosial negeri.
2.      Meningkatkan penerimaan dan tingkat retensi pada semua tingkat pendidikan dasar dan menengah.
3.      Perluasan pendidikan non formal.
Sesuai dengan visi pendidikan ini, teori dan praktik pendidikan telah mengalami perubahan. Seluruh sistem pendidikan telah menjadi lebih fleksibel, terbuka dan terdiversifikasi, dan peserta didik diberi kesempatan lagi dan lebih banyak pilihan.
            Pembelajaran di Myanmar terjadi melalui pendidikan formal, informal, dan non formal. Pendidikan diberikan berbeda untuk kelompok  umur yang berbeda dari berbagai modus. Jadi, orang dewasa juga ditawarkan pendidikan sepanjang hayat. Di Myanmar, orang dewasa adalah seorang yang sepenuhnya dewasa pada umur 16 tahun lebih. Jadi dalam konteks pendidikan seumur hidup di Myanmar pendidikan orang dewasa diberikan sebagai pendidikan berkelanjutan melalui pendidikan non formal, program yang diselenggarakan oleh biro penelitian pendidikan Myanmar, LSM lain, dan badan-badan PBB, serta melalui pendidikan formal. Prinsip pendidikan seumur hidup adalah untuk memberikan individu untuk mendidik dirinya sendiri di seluruh hidupnya. Melanjutkan pendidikan meliputi semua peluang semua orang di luar kepentingan pendidikan keaksaraan dasar.

A.    Struktur Dan Kelembagaan Kerangka Kebijakan
Visi            : Membuat sebuah sistem pendidikan yang akan menghasilkan masyarakat belajar mampu menghadapi tantangan Era Pengetahuan.
Motto        : Membangun dikembangkannya Modern Country melalui pendidikan.
Modus       : Formal Education (FE), Non Formal Education (NFE), In Formal Education.
1.      Kebijakan Nasional
         Dalam kebijakan pendidikan di Myanmar, pendidikan dasar menjadi proyek terpenting dari sistem pendidikan di negara tersebut. Oleh karena itu pemerintah berusaha untuk meningkatkan akses ke pendidikan dasar dan meningkatkan kualitas pendidikan dasar. Sekolah-sekolah akan diubah menjadi pusat-pusat budaya dan pendidikan yang melayani masyarakat. Pendidikan memainkan peran penting dalam mewujudkan sumber daya manusia dalam program-program pembangunan bangsa. Menteri pendidikan membentuk sebuah komite yang bertugas membuat kebijakan penerapan Education for All (EFA) yang dicanangkan oleh UNESCO. Mereka adalah:
a.       Komite Perencanaan dan Statistik
b.      Komite Pendidikan Formal
c.       Komite Pendidikan Non Formal
d.      Komite Negara dan Divisi Pelaksanaan
e.       Komite Penyelenggara dana
f.       Komite Informasi
         Selain itu Myanmar juga meningkatkan kerjasama pendidikan dengan organisasi pendidikan Asia Tenggara dan UNESCO. Pemerintah juga memastikan bahwa semua anak bisa mendapatkan pendidikan dasar serta memungkinkan orang-orang yang telah menyelesaikan pendidikan dasarnya dapat melanjutkan ke pendidikan menengah yang disubsidi.
         Bagian hokum yang paling relevan untuk pendidikan dasar di Myanmar adalah bab IV (20) yang menyatakan:
a.       Setiap anak akan:
v  Memiliki kesempatan untuk memperoleh pendidikan
v  Memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan dasar gratis (SD) di sekolah-sekolah yang dibuka oleh Negara
b.      Departemen pendidikan harus:
v  Memiliki tujuan mengimplementasikan sistem gratis dan wajib belajar pendidikan dasar
v  Melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk kehadiran sekolah regular
v  Membuat pengaturan untuk anak-anak yang tidak mampu bersekolah
              Pendidikan di Myanmar menempati lingkungan yang menguntungkan bagi orang-orang tradisional diberikan prioritas tertinggi dalam hidup mereka. Walaupun pendidikan memainkan peran utama dalam pembinaan keaksaraan dasar di antara orang-orang dari segala lapisan masyarakat, menjadi kurang menonjol di bawah kekuasaan Inggris, namun pendidikan  telah direvitalisasi dan diperkirakan akan memainkan peran yang saling melengkapi terutama pada tingkat dasar.













KESIMPULAN

Myanmar adalah Negara yang penuh dengan konflik terutama konflik internal. Di tengah konflik tersebut pemerintah diwajibkan untuk tetap meningkatkan kualitas pendidikan terutama pendidikan dasar dan menengah. Kebijakan-kebijakan pun dibuat meskipun implementasinya masih kurang baik dengan adanya konflik internal. Badan PBB pun ikut membantu dengan menyarankan untuk menerapkan sistem pendidikan untuk semua (Education for All).
              Dalam kebijakan pendidikan di Myanmar, pendidikan dasar menjadi proyek terpenting dari sistem pendidikan di negara tersebut. Oleh karena itu pemerintah berusaha untuk meningkatkan akses ke pendidikan dasar dan meningkatkan kualitas pendidikan dasar. Sekolah-sekolah akan diubah menjadi pusat-pusat budaya dan pendidikan yang melayani masyarakat. Pendidikan memainkan peran penting dalam mewujudkan sumber daya manusia dalam program-program pembangunan bangsa.




















SUMBER
UNESCO's National Profiles in Technical and Vocational Education in Asia and the Pacific,1995. Last Updated ( Wednesday, 30 August 2006 ).
http://www.marxist.com/tragedi-myanmar.htm

DEMOKRASI

Label:


Sejarah Lahirnya Demokrasi
Seperti yang kita sering baca dalam pelajaran sejarah atau PPKN (dulu PMP), negara yang pertama kali melaksanakan Sistem Demokrasi adalah Athena. Ia tepatnya berupa negara-kota yang terletak di Yunani. Di Athena, pemerintahan dijalankan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Proses pemerintahan di Athena itu dimulai oleh Kleistenes pada tahun 507 sebelum Masehi dengan perubahan konstitusi dan diselesaikan oleh Efialtes pada tahun 462-461 sebelum Masehi. Efialtes melucuti kekuasaan kaum aristokrat kecuali beberapa fungsi hukum dalam yaitu, perkara pembunuhan, dan beberapa tugas keagamaan. Karena tindakan ini para bangsawan membunuh Efialtes, tetapi demokrasinya tetap hidup.Setelah kematian Efialtes, tidak ada badan politik yang lebih berkuasa daripada Dewan Rakyat. Dewan Rakyat di Athena terbuka bagi semua warga negara lelaki yang merdeka dan sudah dewasa, tidak peduli pendapatan atau tingkatannya. Pertemuan diadakan 40 kali setahun, biasanya di suatu tempat yang disebut Pniks,(suatu amfiteater alam pada salah satu bukit di sebelah barat Akropolis). 
Dalam teori, setiap anggota Dewan Rakyat dapat mengatakan apa saja, asalkan ia dapat menguasai pendengar. Tetapi demi alasan praktis, acara resmi juga ada. Acara ini disiapkan oleh sebuah Panitia yang terdiri dari 500 orang, 50 orang dari setiap suku bangsa Attika yang semuanya meliputi 10 suku. Mereka itu dipilih dengan undian dari daftar sukarelawan, yang semuanya warga negara berumur 30 tahun lebih. Panitia ini tidak mengekang Dewan Rakyat, tetapi hanya mempermudah segala langkahnya. Anggota Panitia selalu dibayar dan bertugas selama satu tahun. Sesudah selang waktu, ia dapat dipilih lagi untuk tahun kedua, tetapi tidak pernah bertugas selama lebih dari dua tahun. Dalam Panitia itu terdapat panitia yang lebih kecil dan terdiri dari 50 orang. Panitia ini disebut Pritanea dan berkumpul setiap hari; praktis merekalah yang menjalankan pemerintahan. Susunan Pritanea diubah 10 kali dalam setahun dan ketuanya, kedudukan eksekutif paling tinggi, berganti setiap hari. Dalam teori tidak ada orang yang cukup lama memegang tampuk kekuasaan sehingga merasa mengakar di dalamnya .
Tetapi dalam kenyataan kemungkinan ini terbuka bagi suatu golongan orang: 10 panglima angkatan bersenjata yang langsung dipilih dari Dewan Rakyat dan bertugas selama satu tahun. Seorang panglima dapat dipilih kembali berkali-kali. Salah seorang tokoh penting pada masa jaya Athena ialah Perikles, seorang prajurit, aristokrat, ahli pidato, dan warga kota pertama. Pada musim dingin tahun 431-430 sebelum Masehi, ketika perang Peloponnesus mulai, Perikles menyampaikan suatu pidato pemakaman. Alih-alih menghormati yang gugur saja, ia memilih memuliakan Athena: “Konstitusi kita disebut “DEMOKRASI”, karena kekuasaan tidak ada di tangan segolongan kecil melainkan di tangan seluruh rakyat. Dalam menyelesaikan masalah pribadi, semua orang setara di hadapan hukum; bila soalnya ialah memilih seseorang di atas orang lain untuk jabatan dengan tanggung jawab umum, yang diperhitungkan bukan keanggotaannya dalam salah satu golongan tertentu, tetapi kecakapan orang itu. Di sini setiap orang tidak hanya menaruh perhatian akan urusannya sendiri, melainkan juga urusan negara.Tetapi yang benar-benar dapat disebut berani ialah orang yang sudah mengerti apa yang enak di dalam hidup ini dan apa yang menggemparkan, lalu maju tanpa gentar untuk menghadapi apa yang datang.” Perbudakan & Diskriminasi Wanita
Nyatanya, Athena bukanlah sebuah negara yang beradab. Slogan demokrasi yang sering menjulang dengan kata-kata liberte, fraternite, dan egalite, tidak pernah terwujud di Athena. Para ahli sejarah mencatat bahwa Athena adalah daerah pertama yang mempraktikkan perbudakan. Hal itu terjadi sekitar tahun 600 SM. Diperkirakan sekitar 100 ribu penduduk Athena adalah para budak. Itu berarti meliputi hampir sepertiga hingga setengah penduduk Athena adalah budak. Setiap penduduk Athena kecuali yang teramat miskin memiliki minimal satu budak. Pun, ketika proses pemerintahan demokrasi berlangsung, perbudakan itu masih terus berjalan. Bahkan filsuf terkenal Plato memiliki 50 budak. Ia juga memiliki ratusan budak yang disewakan pada orang lain. Ironis, padahal Plato adalah salah satu konseptor negara demokrasi. 
Perbudakan juga terus berlanjut meski seorang budak telah dimerdekakan. Caranya, seorang budak yang telah dimerdekakan tidak dapat disebut sebagai “orang merdeka” (free person), melainkan “orang yang dimerdekakan” (freed person) atau dalam istilah Yunani ia disebut sebagai metic. Seorang freed person memiliki hak yang lebih sedikit daripada orang merdeka. Mereka tidak dapat menduduki posisi di pemerintahan dan mereka juga harus membayar pajak spesial.Bagaimana dengan hak-hak politik di Yunani???? Para sejarawan menuliskan bahwa demokrasi Yunani tetap bertumpu pada aristokrasi (kaum ningrat/bangsawan), hanya penduduk dari kalangan atas saja yang diperbolehkan mengikuti pemilu. Maka, demokrasi yang dipraktikkan di Yunani tidak lebih dari sekedar rezim aristokrat. Nasib kaum wanita yang konon bakal lebih berharga dengan demokrasi, juga tak terbukti di Athena. Bila dibandingkan dengan kondisi sosial saat itu, kaum wanita Athena hanya satu tingkat lebih sedikit di atas para budak. Sejak mereka lahir mereka tidak diharapkan untuk belajar membaca dan menulis. Tentang belajar membaca dan menulis bagi wanita, filsuf Yunani Menander menulis, “Mengajarkan seorang wanita membaca dan menulis??? Mengerikan!!!! Itu sama saja seperti memberikan umpan seekor ular berbisa dengan racun yang lebih banyak.” Pengarang dan filsuf lain pun berpendapat sama tentang wanita. Kaum wanita di Athena terbagi menjadi tiga kelas. Yang paling rendah adalah para budak wanita, mereka melakukan berbagai pekerjaan kasar di sektor domestik (rumah), dan membantu istri majikan mereka mengasuh anak. Kelas kedua adalah para wanita penduduk biasa. Sedangkan kelas ketiga yang paling teratas adalah yang dikenal dengan sebutan Hetaerae. Tidak seperti kelompok pertama dan kedua, kaum Hetaerae mendapatkan pelajaran membaca, menulis, dan musik. Hanya saja, kalangan wanita Hetaerae ini sebenarnya tidak lebih dari kaum pelacur kelas atas. Itulah demokrasi Athena, melestarikan perbudakan dan menghinakan kaum wantia. 

Sumber :
http://muslimahcerdas.blogspot.com/2009/05/sejarah-lahirnya-demokrasi.html

Anak Berkebutuhan Khusus

Label:


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Dewasa ini, sering kita dengar istilah anak berkebutuhan khusus. Walaupun demikian belum tentu kita paham apa anak berkebutuhan khusus itu. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki kelainan, baik kelainan fisik, mental dan gangguan emosi-sosial. Kelainan fisik berupa tuna daksa, tuna netra dan tuna rungu-wicara. Kelainan mental meliputi anak berbakat intelektual dan tuna grahita. Anak-anak tersebut membutuhkan penanganan dan pendidikan yang khusus. Maka dari itu perlu diketahui bagaimana cara yang tepat untuk menangani anak yang memiliki kelainan agar anak tersebut dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuannya. Anak tuna grahita diklasifikasikan menjdai 3 kelas yaitu tuna grahita ringan, tuna grahita sedang dan tuna grahita berat. Setiap kelas memerlukan penanganan yang berbeda-beda sehingga baik orang tua maupun guru harus tahu dan paham bagaimana cara penanganan yang sesuai dengan anak. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai anak yang memiliki kelainan mental yaitu anak tuna grahita, khususnya anak tuna grahita ringan.
Anak tunagrahita memiliki fungsi intelektual tidak statis. Kelompok tertentu, termasuk beberapa dari down syndrom, memiliki kelainan fisik dibanding teman-temannya, tetapi mayoritas dari anak tunagrahita terutama yang tergolong ringan, terlihat sama seperti yang lainnya. Dari kebanyakan kasus banyak anak tunagrahita terdeteksi setelah masuk sekolah. Tes IQ mungkin bisa dijadikan indikator dari kemampuan mental seseorang. Kemampuan adaptif seseorang tidak selamanya tercermin pada hasil tes IQ. Latihan, pengalaman, motivasi, dan lingkungan sosial sangat besar pengaruhnya pada kemampuan adaptif seseorang. Menyikapi hal tersebut maka perlu adanya penanganan bagi ank-anak berkebutuhan khusus karena bagaimanapun juga mereka tetap berhak mendapatkan perlakuan yang sama.


B.     RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1.      Apa yang dimaksud dengan anak tuna grahita ?
2.      Klasifikasi anak tuna grahita ?
3.      Bagaimana upaya penanganannya ?
















BAB II
PEMBAHASAN

A.    ANAK TUNA GRAHITA

Tunagrahita merupakan asal dari kata tuna yang berarti “merugi” sedangkan grahita yang berarti “pikiran”. Tunagrahita merupakan kata lain dari Retardasi Mental (Mental Retardation) yang artinya terbelakang mental. Tunagrahita juga memiliki istilah-istilah sebagai berikut :
a. Lemah fikiran (feeble minded)
b. Terbelakang mental (Mentally Retarded)
c. Bodoh atau dungu (idiot)
d. Cacat mental
e. Mental Subnormal, dll.
Anak tunagrahita adalah individu yang secara signifikan memiliki intelegensi dibawah intelegensi normal. Menurut American Asociation on Mental Deficiency mendefinisikan Tunagrahita sebagai suatu kelainan yang fungsi intelektual umumnya di bawah rata- rata, yaitu IQ 84 ke bawah. Biasanya anak- anak tunagrahita akan mengalami kesulitan dalam “Adaptive Behavior” atau penyesuaian perilaku. Hal ini berarti anak tunagrahita tidak dapat mencapai kemandirian yang sesuai dengan ukuran (standard) kemandirian dan tanggung jawab sosial anak normal yang lainnya dan juga akan mengalami masalah dalam keterampilan akademik dan berkomunikasi dengan kelompok usia sebaya. Anak- anak yang sulit berkomunikasi tidak selamanya itu adalah anak tunagrahita. Bisa jadi anak yang bergejala demikian tergolong autisme. Antara autisme dan tunagrahita terdapat perbedaan mendasar sehingga perlakuan yang diberikan pun harus berbeda. Menurut Mudjito, autisme ialah anak yang mengalami gangguan berkomunikasi dan berinteraksi sosial serta mengalami gangguan sensoris, pola bermain, dan emosi. Penyebabnya karena antar jaringan dan fungsi otak tidak sinkron. Ada yang maju pesat, sedangkan yang lainnya biasa- biasa saja. Survei menunjukkan, anak-anak autisme lahir dari ibu-ibu kalangan ekonomi menengah ke atas. Ketika dikandung, asupan gizi ke ibunya tak seimbang. Adapun tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan dan keterbelakangan mental, jauh di bawah rata-rata. Gejalanya tak hanya sulit berkomunikasi, tetapi juga sulit mengerjakan tugas-tugas akademik. Ini karena perkembangan otak dan fungsi sarafnya tidak sempurna. Anak-anak seperti ini lahir dari ibu kalangan menengah ke bawah. Ketika dikandung, asupan gizi dan zat antibodi ke ibunya tidak mencukupi. Anak tunagrahita memiliki fungsi intelektual tidak statis. Kelompok tertentu, termasuk beberapa dari down syndrome, memiliki kelainan fisik dibanding teman- temannya, tetapi mayoritas dari anak tunagrahita terutama yang tergolong ringan, terlihat sama seperti yang lainnya. Dari kebanyakan kasus banyak anak tunagrahita terdeteksi setelah masuk sekolah. Tes IQ mungkin dapat dijadikan indicator dari kemampuan mental seseorang. Kemampuan adaptif seseorang tidak selamanya tercermin pada hasil tes IQ. Latihan, pengalaman, motivasi, dan lingkungan social sangat besar pengaruhnya pada kemampuan adaptif seseorang. Anak tunagrahita kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang bersifat abstrak, yang sulit-sulit dan yang berbelit-belit. Mereka kurang atau terbelakang atau tidak berhasil bukan sehari dua hari atau sebulan dua bulan, tetapi untuk selama-lamanya dan bukan hanya dalam satu dua hal tetapi hampir segala-galanya. Lebih-lebih dalam pelajaran seperti : mengarang, menyimpulkan isi bacaan, menggunakan symbol-simbol berhitung, dan dalam semua pelajaran yang bersifat teoritis. Dan juga mereka kurang atau terhambat dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.


B.     KLASIFIKASI ANAK TUNA GRAHITA

Klasifikasi anak tuna grahita berdasarkan tingkat IQ nya dapat dikemukakan sebagai berikut :

1)      Mampu didik (Tunagrahita Ringan)
Mampu didik merupakan istilah pendidikan yang digunakan untuk mengelompokan tuna grahita ringan. Mampu didik memiliki kapasitas intelegensi antara 50-70 pada skala binet maupun Weschler. Mereka masih mempunyai kemampuan untuk dididik dalam bidang akademik yang sederhana yaitu membaca, menulis dan berhitung. Tunagrahita ringan lebih mudah diajak berkomunikasi. Selain itu kondisi fisik mereka tidak begitu mencolok. Mereka mampu berlindung dari bahaya apapun. Karena itu anak tunagrahita ringan tidak memerlukan pengawasan ekstra.

2)      Mampu latih (Tunagrahita Sedang)
Tuna grahita mampu latih secara fisik sering memiliki atau disertai dengan kalainan fisik baik sensori maupun motor. Anak mampu latih memiliki kapasitas intelegensi (IQ) berkisar antara 30-50 kemampuan tertingginya setara dengan anaknormal usia 8 tahun atau kelas 2 SD. Tidak jauh berbeda dengan anak tunagrahita ringan. Anak tunagrahita sedang pun mampu diajak berkomunikasi. Namun, kelemahannya mereka tidak begitu mahir dalam menulis, membaca, dan berhitung. Tetapi, ketika ditanya siapa nama dan alamat rumahnya akan dengan jelas dijawab. Mereka dapat bekerja di lapangan namun dengan sedikit pengawasan. Begitu pula dengan perlindungan diri dari bahaya. Sedikit perhatian dan pengawasan dibutuhkan untuk perkembangan mental dan sosial anak tunagrahita sedang.

3)      Perlu rawat (Tunagrahita Berat)
Anak tunagrahita berat disebut juga idiot. karena dalam kegiatan sehari-hari mereka membutuhkan pengawasan, perhatian, bahkan pelayanan yang maksimal. Mereka tidak dapat mengurus dirinya sendiri apalagi berlindung dair bahaya. Anak perlu rawat (tunagrahita berat) memiliki kapasitas intelegensi di bawah 25 dan sudah tidak mampu untuk dilatih ketrampilan. Anak ini hanya mampu dilatih pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Seumur hidupnya tidak dapat lepaqs dari orang lain.

Berdasarkan hasil observasi di SLB Negeri Pembina Yogyakarta dapat diperlihatkan contoh masalah anak tuna grahita ringan. Anak tersebut bernama R. Hanuntasono Dwi Sadewo, berjenis kelamin laki-laki, lahir di Palembang tanggal 26 Februari 1994. Pada usia 11 tahun atau tepatnya kelas 4 SD, orang tua Hanun memutuskan untuk melakukan pemeriksaan psikologi karena Hanun sulit untuk berkonsentrasi, lambat belajar dan malas menulis. Selain itu orang tua juga ingin mengetahui sekolah yang tepat sesuai dengan kemampuan Hanun.
Dari observasi yang dilakukan pada bulan Februari 2005, hasilnya menunjukkan bahwa interaksi dengan lingkungan dan orang baru tidak memerlukan waktu yang lama. Kemampuan untuk memahami pertanyaan atau perintah juga tidak cepat di respon, ia memerlukan pengulangan sehingga bisa menjawab. Kontak mata baik tetapi ia tidak dapat mempertahankan dalam waktu lama.Selama tes, anak mudah menyerah dengan menjawab “nggak tahu…” tetapi jika ditanya lagi ia bisa menjawab. Selain itu konsentrasinya juga mudah terganggu, kemampuan berbicaranya masih belum optimal dan artikulasi masih belum jelas dan masih cenderung cadel. Pada saat itu keluarga Hanun baru pindah ke Yogyakarta dari Mataram. Sebelumnya Hanun bersekolah di SD favorit dan tidak naik kelas sehingga saat itu Hanun menjalani tahun ke 2 dikelas 4 bersama adiknya. Sebelumnya Hanun sulit untuk menyelesaikan pekerjaan tetapi sejak duduk bersama adiknya yang selalu mengingatkan atau memberitahukan kemungkinan atau konsekuensi bila ia tidak mengerjakan atau memperhatikan, kemampuan atau respon dalam belajar lebih baik disbanding sebelumnya.
Sejak lahir hingga usia 1 tahun Hanun sering sakit. Riwayat perkembangan berbicara mengalami keterlambatan, yaitu baru bisa berbicara saat umur 20-21 bulan dan perkembangan berbicara 2,5 tahun. Sebenarnya kemauan Hanun untuk belajar tinggi dan selalu ingin bersekolah dan mengerjakan tugas sekolah. Pergaulan dengan teman sebayanya pun dapat dilakukan dan Ia mempunyai teman dekat. Sehari-hari Hanun bermain dengan saudara atau teman sekitar rumah. Kemandiriannya bisa dikatakan sudah sesuai dengan umurnya, malah lebih bertanggung jawab dan rajin di bandingkan saudara-saudaranya. Hasil pemeriksaan Psikologi dari aspek kecerdasan Hanun, hasil tes IQnya dengan menggunakan skala Reven diketahui keerdasan anak termasuk dalam persentil 10 (grade IV – di bawah rata-rata). Pada skal Binet, bentuk tes IQ yang lebih lengkap, menunujukan umur Hanun saat diperiksa 10 tahun 11 bulan, usia atau kemampuan mentalnya setara dengan anak umur 7 tahun 2 bulan atau ditunjukkan skor IQ anak sebesar 67 (termasuk keterbelakangan mental tingkat ringan). Ada catatan penting dimana saat pengetesan, konsentrasi anak mudah terganggu sehingga tampaknya tidak begitu optimal.
Dari aspek emosi dan manifestasi perilaku social yang tampak adalah pada dasarnya Hanun memiliki rasa percaya diri yang tinggi sehingga ia punya harapan dan cita-cita yang tinggi. Tetapi tampaknya karena adanya kemampuan diri dalam hal penangkapan yang terbatas membuat Hanun sering kecil hati, tidak yakin bahwa ia bisa dan akhirnya ia merasa cenderung cemas dan tertekan karena apa yang diinginkannya sulit tercapai. Sebenarnya anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru tetapi ia tidak dapat melakukan sendiri kecuali adanya figure yang ia rasa aman, dalam hal ini ibu. Hanun memiliki keyakinan bilsa beraktifitas di dalam rumah. Ada ketergantungan yang tinggi pada orang lain. Ini membutanya mudah putus asa dan tidak ada semangat juang yang baik untuk mencoba atau berusaha. Adanya dominasi perasaan tergantung kepada orang lain atau yang dikenal bila terus berlangsung maka akan menjadi terbiasa untuk selalu melakukan hal tersebut dan akhirnya tidak mau merubah keadaan sekarang. Pada aspek motorik, kemampuan Hanun dalam ketrampilan motorik kasar cukup baik, tetapi ketrampilan motorik halus masih belum baik atau optimal seperti mengorganisir (antara visual atau mata dan motorik atau tangan) misalnya seperti membuat bentu-bentuk geometris yang sederhana. Hal ini membuat Hanun mengalami kesulitan untuk mengakifkan tangan untuk menulis atau sekedar mencoret-coret.
Foto2927.jpg
Foto Hanun saat TPHBS, 9 Juni 2011
v  KESIMPULAN DAN UPAYA PENANGANAN
·         KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa Hanun mengalami kesulitan belajar karena kapasitas berpikirnya terbatas. Sebenarnya Hanun cocok di sekolah khusus (luar biasa) sehubungan dengan skor IQ di bawah 70 tetapi melihat kondisi Hanun saat tes belum optimal sehubungan dengan hasil observasi menunjukkan ketidak optimalan dalam memperhatikan serta factor lainnya adalah kemandirian atau ketrampilan bina diri sudah sesuai dengan anak-anak sebayanya, maka Hanun masih disarankan untuk tetap bersekolah di sekolah umum dengan memperhatikan penerimaan sekolah dan guru perlu dilakukan evaluasi 6 bulan-1 tahun yang akan datang. Walaupun pada akhirnya Hanun tetap bersekolah di SLB (C) untuk anak tuna grahita.
·         UPAYA PENANGANAN
Setelah dilakukan pemeriksaan maka upaya penanganan yang perlu dilakukan untuk anak seperti Hanun adalah sebagai berikut :
1.      Anak memerlukan bantuan medis bila memungkinkan secara teratur.
2.      Diharapkan orang tua dan guru dapat memahami kemampuan anak dalam berpikir yang lambat sehingga tuntutan terhadap tugas perlu ditoleransi dan mengurangi melakukan perbandingan dengan teman sebaya atau saudara. Misalnya dengan batasan waktu pengerjaan yang lebih lama disbanding teman-tamannya. Sebenarnya kemampuan dasar anak bisa rata-rata tetapi karena kondisi fisik (syaraf) dan emosi anak, kecerdasannya mengalami hambatan.
3.      Memberikan kesempatan bagi anak untuk merasa “dihargai” dan “berguna”, dengan memberikan tugas-tugas ringan sehingga mulai timbul rasa tanggung jawab. Dengan kegiatan ini maka akan membuat anak tidak mudah putus asa dan merasa mampu, sebaliknya terlalu melindung dan membantu mengerjakan semua tugasnya akan membuat anak semakin merasa tidak mampu dan kehilangan motovasi untuk berusaha. Yang paling penting adalah menghargai usaha anak apapun hasilnya dengan memberi penghargaan (baik hadiah, pujian atau pernyataan positif).
4.      Karena rasa kepercayaan pada diri yang rendah sehingga ketergantungan terhadap orang lain tinggi, diharapkan anak dapat didudukkan di bangku dekat meja guru (tempat yang mudah terjangkau guru dengan waktu yang cepat) sehingga anak dapat dibantu saat kesulitan.
5.      Anak diikutkan kegiatan yang mengeluarkan tenaga fisik. Hal ini ntuk menguatkan dan merelakskan otot-otot yang kaku sehingga lebih dapat kendur atau tenang juga meningkatkan kepercayaan dirinya. Selain itu didapatkan juga pemahaman tentang diri sendiri yang kurang sehingga perlu dilatih dengan latihan fisik, misalnya senam sambil bernyanyi menyebutkan nama-nama anggota badan dengan disentuh.
6.         Di rumah, orang tua secara teratur melakukan latihan konsentrasi pada anak, mengurangi menonton tv, main game ataupun play station dan mendengarkan music instrumentalia yang lembut.
7.         Perlu dipahami perilaku anak yang sulit dan lambat membuat orang-orang lebih dewasa yang ada disekitarnya berperilaku sabar tetapi berusaha bersikap tegas (bukan berarti dkasari, dibentak atau dimarahi) dan konsisten dalam menerapkan berbagai aturan yang mengikat sehingga diharap perilaku anak yang sulit datur dapat mengarah pada perilaku yang diharapkan.
8.         Beberapa hal yang dilakukan guru untuk membantunya berkonsentrasi adalah sebagai berikut :
·         Anak didudukkan di depan dekat meja guru, agar guru dapat “membantunya” berkonsentrasi bukan mencela, menegur, atau memarahi. Bila tidak memungkinkan duduk dalam jangkauan yang mudah, seperti di bagian depan tetapi pinggir agar tidak menghalangi pandangan teman-temannya karena tubuhnya yang besar. Selain itu, anak dapat juga ditempatkan di sekitar teman-teman yang tenang dan bias berkonsentrasi selama pelajaran.
·         Guru biasanya menepuk lembut pundaknya, mengetuk mejanya dengan pelan atau mengusap kepalanya dan meminta anak untuk melihat ke depan kembali ketika perhatian teralih.
·         Guru mengingatkan anak untuk menyingkirkan benda-benda yang tidak diperlukan dari mejanya saat mengerjakan tugas.
·         Apabila guru memberikan 10 soal, anak diminta mengerjakan 2 atau 3 dulu, yang lain ditutup, setelah selesai baru diminta untuk melanjutkan.
·         Setiap lembar baru pada buku anak diberi tanda yang mengingatkan anak harus berkonsentrasi misalnya tulisan :”Lihat ke depan ya”, “Perhatikan bu Guru”.
9.      Selain belajar secara klasikal di sekolah, anak membutuhkan bimbingan individual dalam proses belajarnya yang disertai dengan latihan konsentrasi. Memberi tambahan atau pendampingan pelajaran yang dapat dilakukan oleh guru kelas, guru les, atau ibu. Selain itu keluarga juga membantu memberi arahan dalam menyelesaikan tugas anak.
10.  Melakukan pengayaan materi sekolah kembali di luar jam sekolah yang dilakukan dalam waktu yang lebih singkat kurang lebih 15 menit tetapi diulang-ulang. Pemberian materi belajar dengan menggunakan alat-alat peraga supaya lebih kongkrit dalam penjelasan sehingga mudah diserap anak.
11.  Membuat jadwal belajar yang teratur setiap hari sehingga anak dapat mengatur kegiatannya sendiri dan belajar dilakukan di ruangan yang tenang , tidak banyak suara dan tidak banyak barang atau benda yang dapat mengganggu konsentrasi belajar.
12.  Memberikan metode belajar dan mengoptimalkan seluruh panca indera dengan melihat benda-benda konkret (buku, huruf, angka), mendengarkan bunyi-bunyi sehingga merasakan perbedaan, meraba atau menyentuh, dan mengucapkan atau membaca huruf, suku kata dan kalimat dengan keras.
13.  Memberikan stimulasi dan latihan seperti menggerakkan jari jemari melalui kegiatan bermain atau dalam hal yang berhubungan dengan menulis daan membaca sedikit demi sedikit tetapi sering.
14.  Mengenalkan buku cerita singkat yang disertai gambar dan kata-kata yang sedikit dan dilakukan sesering mungkin dengan dibacakan oleh orang lain dan anak mendengar kemudian ia diminta menjawab pertanyaann yang berhubungan dengan cerita atau menceritakan kembali dengan bahasanya sendiri.
15.  Memberikan dukungan atau pengertian dan kerjasama dari bebrbagai pihak terutama orang tua dan guru dengan menjalin komunikasi yang berkesinambungan untuk mengembangkan kemampuan anak.
16.  Dilakukan pemantauan perkembangan anak secara rutin 3-6 bulan sekali.

















Daftar Pustaka