Anak Berkebutuhan Khusus

Label:


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Dewasa ini, sering kita dengar istilah anak berkebutuhan khusus. Walaupun demikian belum tentu kita paham apa anak berkebutuhan khusus itu. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki kelainan, baik kelainan fisik, mental dan gangguan emosi-sosial. Kelainan fisik berupa tuna daksa, tuna netra dan tuna rungu-wicara. Kelainan mental meliputi anak berbakat intelektual dan tuna grahita. Anak-anak tersebut membutuhkan penanganan dan pendidikan yang khusus. Maka dari itu perlu diketahui bagaimana cara yang tepat untuk menangani anak yang memiliki kelainan agar anak tersebut dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuannya. Anak tuna grahita diklasifikasikan menjdai 3 kelas yaitu tuna grahita ringan, tuna grahita sedang dan tuna grahita berat. Setiap kelas memerlukan penanganan yang berbeda-beda sehingga baik orang tua maupun guru harus tahu dan paham bagaimana cara penanganan yang sesuai dengan anak. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai anak yang memiliki kelainan mental yaitu anak tuna grahita, khususnya anak tuna grahita ringan.
Anak tunagrahita memiliki fungsi intelektual tidak statis. Kelompok tertentu, termasuk beberapa dari down syndrom, memiliki kelainan fisik dibanding teman-temannya, tetapi mayoritas dari anak tunagrahita terutama yang tergolong ringan, terlihat sama seperti yang lainnya. Dari kebanyakan kasus banyak anak tunagrahita terdeteksi setelah masuk sekolah. Tes IQ mungkin bisa dijadikan indikator dari kemampuan mental seseorang. Kemampuan adaptif seseorang tidak selamanya tercermin pada hasil tes IQ. Latihan, pengalaman, motivasi, dan lingkungan sosial sangat besar pengaruhnya pada kemampuan adaptif seseorang. Menyikapi hal tersebut maka perlu adanya penanganan bagi ank-anak berkebutuhan khusus karena bagaimanapun juga mereka tetap berhak mendapatkan perlakuan yang sama.


B.     RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1.      Apa yang dimaksud dengan anak tuna grahita ?
2.      Klasifikasi anak tuna grahita ?
3.      Bagaimana upaya penanganannya ?
















BAB II
PEMBAHASAN

A.    ANAK TUNA GRAHITA

Tunagrahita merupakan asal dari kata tuna yang berarti “merugi” sedangkan grahita yang berarti “pikiran”. Tunagrahita merupakan kata lain dari Retardasi Mental (Mental Retardation) yang artinya terbelakang mental. Tunagrahita juga memiliki istilah-istilah sebagai berikut :
a. Lemah fikiran (feeble minded)
b. Terbelakang mental (Mentally Retarded)
c. Bodoh atau dungu (idiot)
d. Cacat mental
e. Mental Subnormal, dll.
Anak tunagrahita adalah individu yang secara signifikan memiliki intelegensi dibawah intelegensi normal. Menurut American Asociation on Mental Deficiency mendefinisikan Tunagrahita sebagai suatu kelainan yang fungsi intelektual umumnya di bawah rata- rata, yaitu IQ 84 ke bawah. Biasanya anak- anak tunagrahita akan mengalami kesulitan dalam “Adaptive Behavior” atau penyesuaian perilaku. Hal ini berarti anak tunagrahita tidak dapat mencapai kemandirian yang sesuai dengan ukuran (standard) kemandirian dan tanggung jawab sosial anak normal yang lainnya dan juga akan mengalami masalah dalam keterampilan akademik dan berkomunikasi dengan kelompok usia sebaya. Anak- anak yang sulit berkomunikasi tidak selamanya itu adalah anak tunagrahita. Bisa jadi anak yang bergejala demikian tergolong autisme. Antara autisme dan tunagrahita terdapat perbedaan mendasar sehingga perlakuan yang diberikan pun harus berbeda. Menurut Mudjito, autisme ialah anak yang mengalami gangguan berkomunikasi dan berinteraksi sosial serta mengalami gangguan sensoris, pola bermain, dan emosi. Penyebabnya karena antar jaringan dan fungsi otak tidak sinkron. Ada yang maju pesat, sedangkan yang lainnya biasa- biasa saja. Survei menunjukkan, anak-anak autisme lahir dari ibu-ibu kalangan ekonomi menengah ke atas. Ketika dikandung, asupan gizi ke ibunya tak seimbang. Adapun tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan dan keterbelakangan mental, jauh di bawah rata-rata. Gejalanya tak hanya sulit berkomunikasi, tetapi juga sulit mengerjakan tugas-tugas akademik. Ini karena perkembangan otak dan fungsi sarafnya tidak sempurna. Anak-anak seperti ini lahir dari ibu kalangan menengah ke bawah. Ketika dikandung, asupan gizi dan zat antibodi ke ibunya tidak mencukupi. Anak tunagrahita memiliki fungsi intelektual tidak statis. Kelompok tertentu, termasuk beberapa dari down syndrome, memiliki kelainan fisik dibanding teman- temannya, tetapi mayoritas dari anak tunagrahita terutama yang tergolong ringan, terlihat sama seperti yang lainnya. Dari kebanyakan kasus banyak anak tunagrahita terdeteksi setelah masuk sekolah. Tes IQ mungkin dapat dijadikan indicator dari kemampuan mental seseorang. Kemampuan adaptif seseorang tidak selamanya tercermin pada hasil tes IQ. Latihan, pengalaman, motivasi, dan lingkungan social sangat besar pengaruhnya pada kemampuan adaptif seseorang. Anak tunagrahita kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang bersifat abstrak, yang sulit-sulit dan yang berbelit-belit. Mereka kurang atau terbelakang atau tidak berhasil bukan sehari dua hari atau sebulan dua bulan, tetapi untuk selama-lamanya dan bukan hanya dalam satu dua hal tetapi hampir segala-galanya. Lebih-lebih dalam pelajaran seperti : mengarang, menyimpulkan isi bacaan, menggunakan symbol-simbol berhitung, dan dalam semua pelajaran yang bersifat teoritis. Dan juga mereka kurang atau terhambat dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.


B.     KLASIFIKASI ANAK TUNA GRAHITA

Klasifikasi anak tuna grahita berdasarkan tingkat IQ nya dapat dikemukakan sebagai berikut :

1)      Mampu didik (Tunagrahita Ringan)
Mampu didik merupakan istilah pendidikan yang digunakan untuk mengelompokan tuna grahita ringan. Mampu didik memiliki kapasitas intelegensi antara 50-70 pada skala binet maupun Weschler. Mereka masih mempunyai kemampuan untuk dididik dalam bidang akademik yang sederhana yaitu membaca, menulis dan berhitung. Tunagrahita ringan lebih mudah diajak berkomunikasi. Selain itu kondisi fisik mereka tidak begitu mencolok. Mereka mampu berlindung dari bahaya apapun. Karena itu anak tunagrahita ringan tidak memerlukan pengawasan ekstra.

2)      Mampu latih (Tunagrahita Sedang)
Tuna grahita mampu latih secara fisik sering memiliki atau disertai dengan kalainan fisik baik sensori maupun motor. Anak mampu latih memiliki kapasitas intelegensi (IQ) berkisar antara 30-50 kemampuan tertingginya setara dengan anaknormal usia 8 tahun atau kelas 2 SD. Tidak jauh berbeda dengan anak tunagrahita ringan. Anak tunagrahita sedang pun mampu diajak berkomunikasi. Namun, kelemahannya mereka tidak begitu mahir dalam menulis, membaca, dan berhitung. Tetapi, ketika ditanya siapa nama dan alamat rumahnya akan dengan jelas dijawab. Mereka dapat bekerja di lapangan namun dengan sedikit pengawasan. Begitu pula dengan perlindungan diri dari bahaya. Sedikit perhatian dan pengawasan dibutuhkan untuk perkembangan mental dan sosial anak tunagrahita sedang.

3)      Perlu rawat (Tunagrahita Berat)
Anak tunagrahita berat disebut juga idiot. karena dalam kegiatan sehari-hari mereka membutuhkan pengawasan, perhatian, bahkan pelayanan yang maksimal. Mereka tidak dapat mengurus dirinya sendiri apalagi berlindung dair bahaya. Anak perlu rawat (tunagrahita berat) memiliki kapasitas intelegensi di bawah 25 dan sudah tidak mampu untuk dilatih ketrampilan. Anak ini hanya mampu dilatih pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Seumur hidupnya tidak dapat lepaqs dari orang lain.

Berdasarkan hasil observasi di SLB Negeri Pembina Yogyakarta dapat diperlihatkan contoh masalah anak tuna grahita ringan. Anak tersebut bernama R. Hanuntasono Dwi Sadewo, berjenis kelamin laki-laki, lahir di Palembang tanggal 26 Februari 1994. Pada usia 11 tahun atau tepatnya kelas 4 SD, orang tua Hanun memutuskan untuk melakukan pemeriksaan psikologi karena Hanun sulit untuk berkonsentrasi, lambat belajar dan malas menulis. Selain itu orang tua juga ingin mengetahui sekolah yang tepat sesuai dengan kemampuan Hanun.
Dari observasi yang dilakukan pada bulan Februari 2005, hasilnya menunjukkan bahwa interaksi dengan lingkungan dan orang baru tidak memerlukan waktu yang lama. Kemampuan untuk memahami pertanyaan atau perintah juga tidak cepat di respon, ia memerlukan pengulangan sehingga bisa menjawab. Kontak mata baik tetapi ia tidak dapat mempertahankan dalam waktu lama.Selama tes, anak mudah menyerah dengan menjawab “nggak tahu…” tetapi jika ditanya lagi ia bisa menjawab. Selain itu konsentrasinya juga mudah terganggu, kemampuan berbicaranya masih belum optimal dan artikulasi masih belum jelas dan masih cenderung cadel. Pada saat itu keluarga Hanun baru pindah ke Yogyakarta dari Mataram. Sebelumnya Hanun bersekolah di SD favorit dan tidak naik kelas sehingga saat itu Hanun menjalani tahun ke 2 dikelas 4 bersama adiknya. Sebelumnya Hanun sulit untuk menyelesaikan pekerjaan tetapi sejak duduk bersama adiknya yang selalu mengingatkan atau memberitahukan kemungkinan atau konsekuensi bila ia tidak mengerjakan atau memperhatikan, kemampuan atau respon dalam belajar lebih baik disbanding sebelumnya.
Sejak lahir hingga usia 1 tahun Hanun sering sakit. Riwayat perkembangan berbicara mengalami keterlambatan, yaitu baru bisa berbicara saat umur 20-21 bulan dan perkembangan berbicara 2,5 tahun. Sebenarnya kemauan Hanun untuk belajar tinggi dan selalu ingin bersekolah dan mengerjakan tugas sekolah. Pergaulan dengan teman sebayanya pun dapat dilakukan dan Ia mempunyai teman dekat. Sehari-hari Hanun bermain dengan saudara atau teman sekitar rumah. Kemandiriannya bisa dikatakan sudah sesuai dengan umurnya, malah lebih bertanggung jawab dan rajin di bandingkan saudara-saudaranya. Hasil pemeriksaan Psikologi dari aspek kecerdasan Hanun, hasil tes IQnya dengan menggunakan skala Reven diketahui keerdasan anak termasuk dalam persentil 10 (grade IV – di bawah rata-rata). Pada skal Binet, bentuk tes IQ yang lebih lengkap, menunujukan umur Hanun saat diperiksa 10 tahun 11 bulan, usia atau kemampuan mentalnya setara dengan anak umur 7 tahun 2 bulan atau ditunjukkan skor IQ anak sebesar 67 (termasuk keterbelakangan mental tingkat ringan). Ada catatan penting dimana saat pengetesan, konsentrasi anak mudah terganggu sehingga tampaknya tidak begitu optimal.
Dari aspek emosi dan manifestasi perilaku social yang tampak adalah pada dasarnya Hanun memiliki rasa percaya diri yang tinggi sehingga ia punya harapan dan cita-cita yang tinggi. Tetapi tampaknya karena adanya kemampuan diri dalam hal penangkapan yang terbatas membuat Hanun sering kecil hati, tidak yakin bahwa ia bisa dan akhirnya ia merasa cenderung cemas dan tertekan karena apa yang diinginkannya sulit tercapai. Sebenarnya anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru tetapi ia tidak dapat melakukan sendiri kecuali adanya figure yang ia rasa aman, dalam hal ini ibu. Hanun memiliki keyakinan bilsa beraktifitas di dalam rumah. Ada ketergantungan yang tinggi pada orang lain. Ini membutanya mudah putus asa dan tidak ada semangat juang yang baik untuk mencoba atau berusaha. Adanya dominasi perasaan tergantung kepada orang lain atau yang dikenal bila terus berlangsung maka akan menjadi terbiasa untuk selalu melakukan hal tersebut dan akhirnya tidak mau merubah keadaan sekarang. Pada aspek motorik, kemampuan Hanun dalam ketrampilan motorik kasar cukup baik, tetapi ketrampilan motorik halus masih belum baik atau optimal seperti mengorganisir (antara visual atau mata dan motorik atau tangan) misalnya seperti membuat bentu-bentuk geometris yang sederhana. Hal ini membuat Hanun mengalami kesulitan untuk mengakifkan tangan untuk menulis atau sekedar mencoret-coret.
Foto2927.jpg
Foto Hanun saat TPHBS, 9 Juni 2011
v  KESIMPULAN DAN UPAYA PENANGANAN
·         KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa Hanun mengalami kesulitan belajar karena kapasitas berpikirnya terbatas. Sebenarnya Hanun cocok di sekolah khusus (luar biasa) sehubungan dengan skor IQ di bawah 70 tetapi melihat kondisi Hanun saat tes belum optimal sehubungan dengan hasil observasi menunjukkan ketidak optimalan dalam memperhatikan serta factor lainnya adalah kemandirian atau ketrampilan bina diri sudah sesuai dengan anak-anak sebayanya, maka Hanun masih disarankan untuk tetap bersekolah di sekolah umum dengan memperhatikan penerimaan sekolah dan guru perlu dilakukan evaluasi 6 bulan-1 tahun yang akan datang. Walaupun pada akhirnya Hanun tetap bersekolah di SLB (C) untuk anak tuna grahita.
·         UPAYA PENANGANAN
Setelah dilakukan pemeriksaan maka upaya penanganan yang perlu dilakukan untuk anak seperti Hanun adalah sebagai berikut :
1.      Anak memerlukan bantuan medis bila memungkinkan secara teratur.
2.      Diharapkan orang tua dan guru dapat memahami kemampuan anak dalam berpikir yang lambat sehingga tuntutan terhadap tugas perlu ditoleransi dan mengurangi melakukan perbandingan dengan teman sebaya atau saudara. Misalnya dengan batasan waktu pengerjaan yang lebih lama disbanding teman-tamannya. Sebenarnya kemampuan dasar anak bisa rata-rata tetapi karena kondisi fisik (syaraf) dan emosi anak, kecerdasannya mengalami hambatan.
3.      Memberikan kesempatan bagi anak untuk merasa “dihargai” dan “berguna”, dengan memberikan tugas-tugas ringan sehingga mulai timbul rasa tanggung jawab. Dengan kegiatan ini maka akan membuat anak tidak mudah putus asa dan merasa mampu, sebaliknya terlalu melindung dan membantu mengerjakan semua tugasnya akan membuat anak semakin merasa tidak mampu dan kehilangan motovasi untuk berusaha. Yang paling penting adalah menghargai usaha anak apapun hasilnya dengan memberi penghargaan (baik hadiah, pujian atau pernyataan positif).
4.      Karena rasa kepercayaan pada diri yang rendah sehingga ketergantungan terhadap orang lain tinggi, diharapkan anak dapat didudukkan di bangku dekat meja guru (tempat yang mudah terjangkau guru dengan waktu yang cepat) sehingga anak dapat dibantu saat kesulitan.
5.      Anak diikutkan kegiatan yang mengeluarkan tenaga fisik. Hal ini ntuk menguatkan dan merelakskan otot-otot yang kaku sehingga lebih dapat kendur atau tenang juga meningkatkan kepercayaan dirinya. Selain itu didapatkan juga pemahaman tentang diri sendiri yang kurang sehingga perlu dilatih dengan latihan fisik, misalnya senam sambil bernyanyi menyebutkan nama-nama anggota badan dengan disentuh.
6.         Di rumah, orang tua secara teratur melakukan latihan konsentrasi pada anak, mengurangi menonton tv, main game ataupun play station dan mendengarkan music instrumentalia yang lembut.
7.         Perlu dipahami perilaku anak yang sulit dan lambat membuat orang-orang lebih dewasa yang ada disekitarnya berperilaku sabar tetapi berusaha bersikap tegas (bukan berarti dkasari, dibentak atau dimarahi) dan konsisten dalam menerapkan berbagai aturan yang mengikat sehingga diharap perilaku anak yang sulit datur dapat mengarah pada perilaku yang diharapkan.
8.         Beberapa hal yang dilakukan guru untuk membantunya berkonsentrasi adalah sebagai berikut :
·         Anak didudukkan di depan dekat meja guru, agar guru dapat “membantunya” berkonsentrasi bukan mencela, menegur, atau memarahi. Bila tidak memungkinkan duduk dalam jangkauan yang mudah, seperti di bagian depan tetapi pinggir agar tidak menghalangi pandangan teman-temannya karena tubuhnya yang besar. Selain itu, anak dapat juga ditempatkan di sekitar teman-teman yang tenang dan bias berkonsentrasi selama pelajaran.
·         Guru biasanya menepuk lembut pundaknya, mengetuk mejanya dengan pelan atau mengusap kepalanya dan meminta anak untuk melihat ke depan kembali ketika perhatian teralih.
·         Guru mengingatkan anak untuk menyingkirkan benda-benda yang tidak diperlukan dari mejanya saat mengerjakan tugas.
·         Apabila guru memberikan 10 soal, anak diminta mengerjakan 2 atau 3 dulu, yang lain ditutup, setelah selesai baru diminta untuk melanjutkan.
·         Setiap lembar baru pada buku anak diberi tanda yang mengingatkan anak harus berkonsentrasi misalnya tulisan :”Lihat ke depan ya”, “Perhatikan bu Guru”.
9.      Selain belajar secara klasikal di sekolah, anak membutuhkan bimbingan individual dalam proses belajarnya yang disertai dengan latihan konsentrasi. Memberi tambahan atau pendampingan pelajaran yang dapat dilakukan oleh guru kelas, guru les, atau ibu. Selain itu keluarga juga membantu memberi arahan dalam menyelesaikan tugas anak.
10.  Melakukan pengayaan materi sekolah kembali di luar jam sekolah yang dilakukan dalam waktu yang lebih singkat kurang lebih 15 menit tetapi diulang-ulang. Pemberian materi belajar dengan menggunakan alat-alat peraga supaya lebih kongkrit dalam penjelasan sehingga mudah diserap anak.
11.  Membuat jadwal belajar yang teratur setiap hari sehingga anak dapat mengatur kegiatannya sendiri dan belajar dilakukan di ruangan yang tenang , tidak banyak suara dan tidak banyak barang atau benda yang dapat mengganggu konsentrasi belajar.
12.  Memberikan metode belajar dan mengoptimalkan seluruh panca indera dengan melihat benda-benda konkret (buku, huruf, angka), mendengarkan bunyi-bunyi sehingga merasakan perbedaan, meraba atau menyentuh, dan mengucapkan atau membaca huruf, suku kata dan kalimat dengan keras.
13.  Memberikan stimulasi dan latihan seperti menggerakkan jari jemari melalui kegiatan bermain atau dalam hal yang berhubungan dengan menulis daan membaca sedikit demi sedikit tetapi sering.
14.  Mengenalkan buku cerita singkat yang disertai gambar dan kata-kata yang sedikit dan dilakukan sesering mungkin dengan dibacakan oleh orang lain dan anak mendengar kemudian ia diminta menjawab pertanyaann yang berhubungan dengan cerita atau menceritakan kembali dengan bahasanya sendiri.
15.  Memberikan dukungan atau pengertian dan kerjasama dari bebrbagai pihak terutama orang tua dan guru dengan menjalin komunikasi yang berkesinambungan untuk mengembangkan kemampuan anak.
16.  Dilakukan pemantauan perkembangan anak secara rutin 3-6 bulan sekali.

















Daftar Pustaka





2 komentar:

  1. Unknown mengatakan...:

    bgus banget.. mksih infonya kak :)bermanfaat banget

  1. Unknown mengatakan...:

    bagus banget

    kalau ada khasus tungrahita berat tolong dimasukan ya

Posting Komentar